kacung
Hari-hari yang sibuk. Rutinitas-rutinitas yang menuntut. Garis antara kewajiban dan ekspetasi mengabur, merupa pertarungan tanpa akhir. Jangan mengeluh. Berisik. Getir suaramu tak akan didengar karena hanya keluar dari bibir seorang amatir.
Apa itu kenyamanan? Apa itu ketika kamu bisa bersantai tanpa rasa bersalah? Tanpa kewajiban-kewajiban tak tertulis namun nyata yang mengetuk pintu dengan gegabah? Apakah itu ketika kamu tertidur tanpa ocehan-ocehan yang membuat kepalamu penuh gelisah?
Lantas,
Pernahkan kamu tertawa lepas dalam suasana hangat yang menjauhkanmu dari kesepian? Pernahkah kamu tidak menangis ketika mengepal buku-buku jari yang dingin mengeras? Pernahkah lagi, kamu lebih merindukan lututmu yang berdarah dibandingkan beban yang terus bertambah?
Tapi, ternyata, cita-cita memang bertahan dengan keras kepala. Memandang pencapaian dengan gemilang mata ceria. Bagimu jatuh bangun adalah hal biasa dan gagal hanya sebatas nama. Menelan tuntutan dunia, mendamba sejagat raya. Manusia lupa hanya bertangan dua.
Meski begitu, Langkah lampaumu bahkan belum separuh. mereka bilang masih jauh, masih panjang dan berliku. Belum cukup banyak asam garam pada lidahmu. Tapi, bisakah kita kesampingkan dulu soal perjalanan ke depan itu?
Karena akan ada saatnya kita beristirahat lebih dari sekedar jam makan siang. Rehat melebihi tidur siang di akhir pekan. berhenti lebih dari nadi yang tak berdenyut lagi. Tapi sebelum itu, kita berlari sampai mati.
Ternyata, ibadah terpanjang bukanlah pernikahan, tetapi hidup.
And it will end, even though it feels like will never reach the end.
Comments
Post a Comment